Senin, 05 Oktober 2009

Kades Bebuak Siap Kembalikan Uang Warga

Kepala Desa (Kades) Bebuak, Kecamatan Kopang, Lalu Ibnu Umar menyatakan, siap bertanggung jawab atas penarikan uang pendaftaran sertifikat tanah Proyek Nasional (Prona) untuk jatah tahun 1997. Penarikan uang pendaftaran tersebut, dilakukan awal tahun 2006 silam. Dan itu berdasarkan permintaan Kantor BPN Loteng. Namun sampai berita ini dibuat, realisasi pengukuran tanah bagi 75 orang warga Bebuak, belum juga ada tanda-tanda menggembirakan. Akibatnya, sejumlah warga desa setempat, menduga kadesnya melakukan tindakan penipuan. “Kita hantam dulu lewat media, kalau tak ada reaksi, baru kita polisikan,” ancam salah seorang warga yang enggan dikorankan namanya.
Ditemuai di kediamannya Selasa (6/10), Ibnu Umar juga menyatakan siap mengembalikan uang pendaftaran tersebut. Kendati besarannya berpariasi, dari Rp.300 – 400 ribu, namun Ibnu mengakui, uang tersebut sudah diserahkan kepada Kepala Dusun (Kadus) Geria, Yunus. Karena menurut Ibnu, Yunuslah yang dipercayakan untuk mengelola dan mengantar uang tersebut ke BPN Loteng. Tapi apa lacur? Pihak BPN sendiri menolak uang pendaftaran tersebut. Alasannya, masih banyak daftar tunggu yang sampai saat ini belum bisa tertangani sertifikatnya.
Lebih lanjut dikatakan Ibnu, konflik ini sebenarnya tak lepas dari unsur kecemburuan sosial dari sejumlah oknum warganya. Selentingan ini sering masuk melalui pesan singkat (SMS) ke ponselnya. Ibnu juga yakin, kecemburuan ini lantaran, pihaknya memiliki sebuah kendaraan roda empat. Asumsinya, seorang kades yang nota bene baru kemarin menjabat, sudah memiliki kendaraan mewah roda empat. “Mungkin itu dugaannya, sehingga mereka sering main duga-dugaan,” katanya sembari menambahkan, padahal mereka sudah tahu, status awal kadesnya adalah seorang PNS. Kata Ibnu, terhadap Anggaran Dana Desa (ADD) sebesar Rp.150 juta, tidak mungkin bisa dimanipulasi maupun di korupsi. Karena peruntukannya sudah jelas. Paling-paling ada sisa kurang dari Rp.40 juta. “Sisa ini tidak cukup untuk fisik,” jelasnya.
Ditambahkan kades yang low frofile ini, dirinya bersama Ketua BPD akan segera melakukan klarifikasi. Termasuk memanggil sejumlah warganya yang ikut dalam pendaftaran. “Dalam waktu dekat kita akan klarifikasi,” ungkapnya. Tapi klarifikasi sebelumnya sudah dilakukan pihak BPD. Lembaga ini sudah memanggil Kadus Geria, Yunus untuk diminati keterangannya. Yunuslah yang lebih tahu soal ini, termasuk soal keuangannya.
Sementara di tempat terpisah, Kadus Geria, Yunus dengan polos mengakui, uang pendaftaran sertifikat tersebut memang pernah diantar ke BPN Loteng. Tapi pihak BPN menolak menerima uang tersebut karena proses sertifikasi masih pada daftar tunggu. Bagi Yunus sendiri, uang pendaftaran yang dibawanya, justru tidak dikembalikan ke Bendahara desa. Melainkan dikelola untuk modal tembakau dan jual beli sapi. Uang yang dibawa Yunus lebih dari Rp.12 juta. Namun ia berjanji tetap akan menggantinya. “Uangnya masih saya bawa,” celoteh Yunus, padahal uang tersebut mengendap hampir tiga tahun lamanya.

Minggu, 04 Oktober 2009

Uang Pendaftaran Rp.500 Ribu, Pedagang Pasar Kopang Mengeluh

Seperti dilansir media sebelumnya, terkait rencana pembangunan Pasar Raya Kopang Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, sejumlah oknum diduga mulai main ‘kucing-kucingan’ untuk tujuan kepentingan individu. Kesempatan ini tak disia-siakan. Justru sasarannya adalah para pedagang dan calon pedagang. Untuk bisa menempati rumah toko (ruko) yang akan dibangun, mereka terlebih dahulu membayar pendaftaran sebesar Rp.500 ribu/orang. Puluhan pedagang sudah melunasi kewajibannya. Akibatnya, tidak sedikit pedagang yang mengeluh, terutama pedagang bakulan. Padahal belum jelas, kapan rencana pebangunan fisik Pasar Raya Kopang ini. Termasuk relokasi pedagang serta sosialisasi yang belum ada kepastian.
Camat Kopang, Lalu Bagiartha, SIP saat ditemui di kantornya membenarkan, saat ini pihak kontraktor PT. Trisamaya Prana Cipta (TPC), tengah melakukan pendaftaran bagi pedagang yang akan menempati ruko. Namun Bagiartha tidak tahu, berapa nominal uang pendaftarannya. “Itu soal tehnis, saya tidak tahu nominalnya berapa,” ungkapnya di ruang kerjanya, Sabtu (03/10). “Silahkan tanya di kantor pemasarannya,” lanjut pria yang akrab disapa Mamiq Giot ini.
Hal lain yang diduga sarat kejanggalan adalah, selebaran yang berganti-ganti. Selebaran tersebut tanpa dibubuhi tanda tangan penanggungjawab perusahaan TPC. Yang ada hanya nama dan stempel perusahaan. Termasuk juga kwitansi pendaftaran, tanpa dibubuhi stempel dan tanda tangan penerima uang.
Melihat kejanggalan ini, Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Kopang, Lalu Kamran, segera melakukan klarifikasi. Pihaknya mengimbau kepada seluruh pedagang maupun calon pedagang Pasar Kopang, agar menanyakan identitas oknum yang melakukan transaski pendaftaran. Kejelasan legalitas mereka harus riil. “Ini kan belum ada sosialisasi dari pemerintah,” paparnya sembari menambahkan, jika semua sudah balant, legalitas oknum pendaftarnya jelas, kapan pedagang direlokasi serta kapan sosialisasi digelar, pasti semuanya tidak akan timbul masalah.
Yang lebih disayangkan Kamran adalah, mereka para pedagang bakulan musiman. Semua kena Rp.500 ribu. Nilainya disamakan dengan pedagang kios yang nota bene memiliki modal dan investasi cukup besar. “Ini kan ndak adil” katanya. Sementara pihak PT.TPC yang ingin dimintai keterangan, sampai berita ini dibuat belum ada di Kantor Pemasaran. “Pak Made masih di Mataram,” kata salah seorang yang diduga sebagai ‘garden boy’ PT.TPC.

Terhadap Harga Ruko, Asosiasi Pedagang Belum Tentukan Sikap

Koperasi Unit Desa (KUD) Utama Kopang, Kecamatan Kopang, Loteng, tengah melakukan pendekatan dengan Asosiasi Pedagang Pasar Kopang. Maksudnya, untuk memberikan masukan terhadap harga jual rumah toko/ruko yang akan dibangun. Namun pendekatan tersebut masih dihindari pihak asosiasi. Alasannya, pembangunan ruko yang dikelola KUD belum ada titik terang. Alasan lain, pihak pemda belum juga memberikan sosialisasi terhadap mereka.
Kendati begitu, KUD telah membagikan selebaran kepada pedagang. Isinya berupa daftar harga jual ruko yang rencananya akan dibangun melalui proyek Pembangunan Pasar Raya Kopang. Tapi belakangan diketahui, konflik internal antara kontraktor dengan KUD, belum juga menemukan ‘hapy ending’.
Melihat realitas ini, pihak asosiasi pedagang belum menentukan sikap. Karena harga jual ruko yang ditawarkan KUD dinilai memberatkan. “Ini belum final, kami belum memberikan kepastian kepada pengelola pembangunan ruko,” papar Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Kopang, Lalu Kamran di Kopang, Sabtu (3/10).
Bagi Kamran sendiri, keputusan ini diambil berdasarkan rapat anggota para pedagang beberapa waktu lalu. Disimpulkan, sambil menunggu legalitas dari asosiasi, pihaknya tengah melakukan koordinasi dengan salah seorang anggota dewan. Karena proyek ini sudah mulai diendus sejumlah anggota dewan dapil Kecamatan Kopang-Janapria.
Dijelaskan Kamran, harga jual ruko memang berpariasi sesuai tipe. Untuk tipe A (90x45 m2) dipatok Rp.98,7 juta. Tipe B (70x40 m2) Rp.65 juta, tipe C (60x40 m2) Rp.60 juta dan tipe C (50x45 m2), dihargakan Rp.47,5 juta. Dari patokan masing-masing harga ini, dibebankan uang muka sebesar 20 persen dengan sistim cicilan. Sedangkan sisa nilai kredit dari harga ruko, bisa diangsur selama 5, 10 dan 15 tahun. “Kita tunggu petunjuk dari dewan, termasuk berkaca pada ruko pasar Renteng,” ungkap Sekretaris Asosiasi Pedagang Kopang, H.Lalu Alan saat rapat anggota berlangsung.
Sementara di tempat terpisah, Ketua KUD Utama Kopang, Lalu Najwa,SH mengemukakan, pihaknya telah memiliki komitmen, termasuk meminta penjelasan pihak kontraktor (PT.TPC), kapan mereka mulai beraktivitas. Kata Najwa, jika perusahaan tersebut belum juga bisa dihubungi, lebih-lebih saat ini perusahaan tersebut berada di Bali, maka Najwa terpaksa menyiapkan investor lain. Saat ini lanjut Najwa, sudah ada dua lembaga yang menyatakan siap berinvestasi. Lembaga tersebut adalah Bank Bukopin dan Muamalat. “Kami tidak akan mempersulit pedagang, justru kami akan membiayai relokasi mereka” katanya sembari memperjelas, biaya yang dimaksud adalah, pedagang yang terkena relokasi, akan diberikan masing-masing Rp.1 juta untuk biaya pindah.

Kamis, 27 Agustus 2009

Kasus Penganiayaan Tetangga Diperiksa Penyidik


Kasus penganiayaan yang dilakukan Baiq Miah (35) terhadap tetangganya, Sukati (40) sudah diperiksa Penyidik Polsek Kopang. Kedua ibu rumah tangga yang beralamat di Dusun Batako, Desa Kopang Rembiga Kecamatan Kopang ini, Minggu telah memenuhi panggilan Kaplosek Kopang. Secara terpisah mereka memberikan keterangan kepada Penyidik I Wayan Yudastrawan. Sedikitnya, belasan pertanyaan yang diajukan Penyidik sudah dijawab pelaku maupun korban.
Penganiayaan yang dilakukan pelaku terhadap korban, mengakibatkan korban menderita luka memar dibagian jidat dan pipi. Ini dibuktikan dengan visum dokter Puskesmas Kopang pada hari Kamis 20 Agustus 2009 lalu. Penganiayaan yang terjadi pada hari itu juga, mengakibatkan aktivitas korban sehari-hari menjadi terganggu. “Selama dua hari saya masih pusing karena dipukul di bagian belakang kepala saya” kata korban sembari menambahkan, dirinya dianiaya korban di halaman rumahnya sendiri.
Awal kejadian kata korban, bermula dari ketersinggungannya, karena setiap kali lewat di depan rumah pelaku, korban selalu mendengar umpatan yang tidak enak didengar. “Memang dia (pelaku, red.) menyimpan dendam cukup lama pada saya” tambahnya. Namun yang terakhir ini, saat pelaku menyindir dengan kata yang kotor, korban sempat melihat disekitar itu, tak ada siap-siapa. Korban hanya berdua dengan anaknya. Sedangkan pelaku duduk di teras rumahnya sambil mengumpat. “Umpatan itu ditujukan kepada siapa lagi selain saya?” kata korban penuh pertanyaan.”Peristiwa ini pun terjadi sepekan yang lalu” tambahnya.
Dan saat itu juga korban menceritakan kasusnya kepada tetangga sebelah. Tetangga inilah yang menyampaikan, sekalian menasihati agar korban jangan mengeluarkan kata-kata kotor. “Bukannya mau dinasihati, malah dia datang memukul orang” kata tetangga, Atik Bengik yang sempat melerai pelaku dan membawanya pulang. Atik Bengik juga dilibatkan sebagai saksi kunci dalam kasus ini.
Namun tanpa disadari korban, tiba-tiba pelaku mendatangi rumah korban yang baru saja pulang dari tempat acara hajatan. Serta merta pelaku langsung memukul dan mengumpat korban berkali-kali. Akibatnya, korban menderita luka memar dibagian dahi, pipi dan tangan bekas cakaran kuku pelaku. Ditambah trauma, ketakutan anak korban yang baru berumur tiga tahun. “Anak saya juga gemetaran, ketakutan” kata korban.
Karena merasa sakit akibat pukulan pelaku, korban langsung berteriak minta tolong. Akibatnya dua orang tetangga, termasuk Atik Bengik datang melerai penganiayaan itu.
“Pelaku melanggar pasal 352 KUHAP, tentang penganiayaan ringan” kata Wayan Yuda. Agenda selanjutnya, akan didengar keterangan dari saksi. “Tinggal giliran saksi yang akan kita panggil” akunya

Rabu, 05 Agustus 2009

SDM Masyarakat Sasak-Lombok di Bidang Seni Budaya

HAMPIR disetiap cabang seni budaya, masyarakat Sasak di pulau Lombok memiliki ciri khas tersendiri. Kita tahu bahwa, berbagai jenis seni karawitan, pewayangan/pedalangan, seni tari, seni musik, seni ukir, seni beladiri dan seni sastra, memiliki tempat tersendiri di hati masing-masing orang Sasak.
Seni karawitan seperti rebana, gendang beleq, kelentang dan tawaq-tawaq, menggunakan gending yang tak jauh beda dengan gendang Bali dan Jawa. Cuma bedanya, terletak pada jumlah personil (sekahe) yang memainkan alat-alat instrumen gong gamelan Sasak yang tidak terlalu banyak, namun menghasilkan instrumental yang ramai. Kita ambil gong gamelan (karawitan) yang mengiringi seni pedalangan wayang kulit. Jumlah personilnya cukup 7-8 orang. Begitu pula dengan gong gamelan yang mengikuti permainan peresaian (saling pukul dengan rotan), dengan personil cukup antara 4-5 orang.
Di bidang seni musik cilokaq, digemari sebagai tontonan rakyat maupun tontonan para wisatawan yang berkunjung. Ada pula seni teater tradisional seperti Cupak-Gerantang yang ceritanya diambil dari takepan Doyan Nada, sebuah cerita panji yang berkembang pada masa kebesaran Jenggala-Kediri dan Kahuripan di Jawa Timur. Begitu pula dengan seni teater tradisional rudat. Teater ini, pada masa sebelum mereka sampai tahun 1950-an, pernah berjaya sebagai tontonan rakyat yang menarik dengan nama rudat kumidi. Cerita-cerita yang dibawakan kebanyakan diambil dari cerita hikayat. Kalau kita ikuti perjalanan sejarah seni rudat, lebih-lebih dengan cerita komedi, maka seni ini berkembang sebagai budaya Islam di Lombok yang berasal dari Hindustan (Turki) pada masa kejayaan Islam Turki Usmani. Banyak jenis seni budaya Sasak yang masih terpelihara dengan baik. Bila dikemas dan dipersiapkan dengan baik, lalu ditangani secara professional, akan mendatangkan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan Nusantara (wisnu) dan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Lombok. Untuk kerjasama dengan instansi terkait (Diparsenibud) serta pihak-pihak yang mengelola kegiatan yang berhubungan dengan wisatawan, seperti hotel-hotel dan restoran, seniman, budayawan, guide serta seluruh komponen masyarakat, sangat diperlukan.
Seni budaya Sasak sesungguhnya merupakan potensi yang paling dapat diandalkan menjadi pemicu kegiatan ekonomi lainnya di bidang pariwisata di Lombok. Selain bidang seni, tidak kalah mutunya dibandingkan dengan hasil masyarakat luar. Hasil seni kerajinan anyaman, ukiran yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur, cukup diminati para wisatawan asing.
Di Lombok Barat sendiri memberi gambaran bahwa, kerajinan anyaman, ukiran, seni keramik penghasil gerabah, mulai dari yang kecil bisa dimasukkan ke dalam saku hingga yang memerlukan peti jika akan diangkut ke luar negeri (export), telah dapat dipersiapkan para pedagang.
Di bidang seni desain yang berhubungan dengan motif-motif kain tradisional, beberapa daerah seperti Sukarara, Sade (Lombok Tengah), kain tenuh Gumise, Bayan (Lombok Barat), Sakra, Suwangi (Lombok Timur), sesungguhnya daerah-daerah andalan. Lebih-lebih kemampuan mengolah bahan kain secara tradisional mulai dari memintal benang hingga pewarnaan, lalu menenunnya menjadi berbagai motif. Pengetahuan ini dimiliki oleh oleh orang-orang Sasak sejak dulu.
Sejak zaman dahulu, Lombok terkenal sebagai penghasil tenun, kayu sepang dan kapas yang menjadi bahan export. Demikian pula untuk menghasilkan kain-kain yang bercorak tradisional. Lombok dikenal dengan songket ragi genep, bintang empat, rembang dan subahnala. Kini, jenis kain-kain tersebut begitu diminati para wisatawan, sehingga apabila sumber daya yang ada di Lombok dewasa ini mengoptimalkan usahanya di bidang tenun tradisional tersebut, berarti tingkat kemajuan ekonomi bakal menjadi meningkat.
Hanya saja ada permasalahan, kegiatan menenun secara tradisional masih merupakan pekerjaan sampingan dari kalangan yang terbatas. Yang bekerja di bidang ini, terbatas pada orang-orang wanita. Dengan demikian hasil yang didapat belum optimal.
Kaitannya dengan pekerjaan kalangan terbatas, pihak instansi terkait (Diparsenibud) telah melakukan terobosan, guna mengantisipasi kebiasaan tersebut. Upaya sosialisasi dan realisasi telah dilaksanakan sehingga, berangsur-angsur kebiasaan pekerjaan sampingan dari kalangan terbatas bisa terkikis. Di Lombok Barat sendiri, pemda setempat sudah mengupayakan kain tenun Dusun Gumise, Desa Sekotong Timur Kecamatan Lembar sebagai kostum uniform pada hari kerja Sabtu. Dengan demikian, Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang seni budaya tetap terpelihara, sekaligus terpeliharanya SDM yang berkualitas. Kesimpulannya, pengembangan pariwisata harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjurus kearah sikap profesionalisme. (L.Pangkat Ali)

Selasa, 28 Juli 2009

ANDANG-ANDANG

Andang-andang dalam istilah suku Sasak adalah, semacam simbol untuk memulai sebuah pekerjaan. Andang-andang terdiri dari lekes (daun sirih dan buah pinang) sebanyak sembilan buah, tembakau dan sembilan batang rokok, kepeng bolong 225 keping, beras, sebutir telur ayam kampung dan benang segelinting (segulung benang) yang ditempatkan dalam media penginang kuning (semacam baskom kecil terbuat dari kuningan).
Pekerjaan yang harus dimulai dengan andang-andang adalah, menikah, membuat rumah, meminta obat kepada belian atau dukun, belajar ilmu pengetahuan atau memwarisi sebuah mantera, menenun kain lempot umbak (kain khusus untuk menimang bayi yang biasanya dimiliki secara komunial oleh sebuah keluarga besar), dan menggali tanah kubur bagi seorang yang meninggal. Andang-andang ini disiapkan oleh orang tua yang sudah memiliki cucu. Nominal sembilan pada lekes dan rokok adalah simbol lubang pada anatomi tubuh yang harus dijaga agar penyakt tidak masuk ke dalam tubuh banusia.
Andang-andang adalah simbol bagaimana sebuah pekerjaan dikerjakan dengan fokus dan selaras dengan niatan awalnya; sebagaimana makna andang-andang yakni, menyatukan niat/kehendak dan perbuatan/pekerjaan agar niat dan pekerjaan tersebut tidak melenceng serta selalu berjalan mulus. Pada dunia moderen, mungkin hal ini bermakna fokus pada sebuah pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada konteks penggunaannya yaitu untuk menandai sebuah pekerjaan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Tak heran, jika kemudian tradisi andang-andang menjiwai masyarakat Sasak yang terkenal sebagai pekerja keras.
Andang-andang bukan sebuah tradisi membayar pekerjaan; upah, meskipun disana ada uang. Ia domain faktor dari sebuah pekerjaan. Tanpa kehadiran andang-andang, sebuah pekerjaan tidak bisa dimulai, seorang tukang tidak akan berani memulai pekerjaannya jika dihadapannya belum tersedia/hadir andang-andang. Karena memulai pekerjaan tersebut, tanpa didahului oleh simbol andang-andang, berarti telah memulai pekerjaan dengan terburu-buru atau tanpa arah, niat dan fokus yang jelas. Dari sini kita bisa melihat pemaknaan masyarakat Sasak dalam memahami etos kerja. Mereka selalu memulai pekerjaan dengan prinsip kehati-hatian dan mengutamakan fokus dan konsentrasi dalam pengerjaan pekerjaannya.